Sumber : Wikipedia
KONSTANTINOPEL
Konstantinopel didirikan oleh Kaisar Romawi Konstantinus I di atas situs sebuah kota yang
sudah ada sebelumnya, Bizantium, yang didirikan
pada permulaan masa ekspansi kolonial Yunani, kemungkinan besar sekitar 671-662
SM. Situs ini terletak di jalur darat dari Eropa
ke Asia, dan jalur laut dari Laut Hitam ke Laut Mediterania, serta memiliki sebuah pelabuhan
yang besar dan masyhur di Tanduk Emas.
Kaisar Konstantinus I mempersembahkan kota
Konstantinopel kepada Maria dan Kanak-Kanak Yesus dalam sebuah mosaik Gereja Hagia Sophia, sekitar tahun 1000
Koin
yang dikeluarkan Konstantinus I untuk memperingati pendirian Konstantinopel
Konstantinus memiliki
rencana-rencana besar dalam segala bidang. Setelah memulihkan kesatuan
kekaisaran, dan karena sedang melakukan reformasi besar dalam pemerintahan
serta mensponsori konsolidasi masyarakat Kristen, dia sungguh-sungguh sadar
akan keterbatasan Roma sebagai sebuah ibu kota. Roma terlalu jauh dari
garis-garis perbatasan, dan oleh karena itu jauh pula dari angkatan bersenjata
dan dewan kekaisaran. Roma tidak diminati sebagai lahan bermain bagi para
politisi yang berseberangan dengan pemerintah. Tetapi Roma telah menjadi ibu
kota negara selama seribu tahun, dan tampak tak terpikirkan untuk memindahkan
ibu kota ke tempat lain. Meskipun demikian, Konstantinus melihat Bizantium
sebagi lokasi yang tepat: tempat seorang kaisar dapat bertahta, memiliki
pertahanan yang matang, dan memiliki kemudahan akses ke perbatasan Danube maupun Efrat, dewan kekaisaran
memperoleh suplai dari kebun-kebun yang subur dan bengkel-bengkel yang canggih
di Asia, perbendaharaannya diisi oleh provinsi-provinsi termakmur dalam
kekaisaran.
Konstantinopel dibangun selama enam
tahun, dan diresmikan pada 11 Mei 330.[7] Konstantinus membagi kota yang
diperluas itu, seperti Roma, menjadi 14 kawasan, dan mendandaninya dengan
fasilitas-fasilitas umum yang layak bagi sebuah metropolis kekaisaran.[8] Akan tetapi, mula-mula, Roma baru
Konstantinus tidak memiliki semua kemuliaan Roma lama. Kota ini memiliki
seorang proconsul,
bukannya seorang prefek urban.
Tidak memiliki praetor, tribun, ataupun quaestor.
Meskipun memiliki senator-senator, mereka hanya begelar clarus, bukan clarissimus,
seperti di Roma. Konstantinopel juga tidak memiliki jajaran administratif yang
mengatur suplai pangan, polisi, patung-patung, kuil-kuil, saluran-saluran
pembuangan, saluran-saluran air bersih, atau fasilitas-fasilitas umum lainnya.
Program baru pembangunan diselenggarakan dengan tergesa-gesa: Pilar-pilar,
pualam-pualam, daun-daun pintu, dan ubin-ubin dipindahkan dari kuil-kuil
kekaisaran ke kota baru itu. Dengan cara yang sama, banyak karya seni yunani
dan Romawi segera terlihat di alun-alun dan jalan-jalan. Kaisar mendorong
pendirian bangunan-bangunan pribadi dengan cara menjanjikan kepada para pemilik
bangunan hadiah lahan dari tanah negara di Asiana
dan Pontica,
dan pada 18 Mei 332 dia mengumumkan bahwa, sebagaimana halnya di Roma, bahan
pangan akan disalurkan secara cuma-cuma kepada warga kota. Konon saat itu
jumlahnya mencapai 80.000 ransum sehari, disalurkan dari 117 titik distribusi
di seluruh kota.[9]
Konstantinus membuka alun-alun baru
di pusat kota tua Bizantium, menamakannya Augustaeum. Dewan senat (atau Curia) yang baru
ditempatkan di sebuah basilika di sebelah timur alun-alun. Di sebelah selatannya
berdiri istana agung
kaisar dengan gerbangnya yang megah, Chalke,
dan aula upacaranya yang dikenal sebagai Istana Daphne.
Tak jauh dari situ terdapat Hippodromos,
tempat pacuan kuda yang mampu menampung 80.000 penonton, dan pemandian
Zeuxippus yang terkenal. Di sisi barat Augustaeum berdiri Milion,
sebuah monumen berlengkung, titik awal untuk mengukur jarak ke seluruh
Kekaisaran Romawi Timur.
Dari Augustaeum terbentang sebuah
jalan raya, Mese
(bahasa Yunani: Μέση [Οδός], secara harfiah berarti "[Jalan]
Tengah"), dipagari jajaran pilar. Karena membentang turun dari bukit
pertama dan naik ke bukit kedua, jalan ini melintasi sisi kiri Praetorium
atau Gedung Kehakiman. Kemudian melintasi Forum
Konstantinus yang berbentuk oval tempat dewan senat kedua dan sebuah
pilar
tinggi yang dipuncaknya tegak sebuah arca Konstantinus dalam rupa Helios, bermahkota sebuah lingkaran suci dengan tujuh berkas
sinar dan menghadap ke arah matahari terbit. Dari sana Mese melintasi Forum
Taurus, kemudian Forum Bous, dan akhirnya naik ke bukit ketujuh (atau
Xerolophus) melewati Gapura Kencana di Tembok
Konstantinus. Setelah pendirian Tembok
Theodosius pada abad ke-5, Mese diperpanjang sampai ke Gapura Kencana yang baru. Panjang keseluruhannya
mencapai tujuh Mil Romawi.[10]
Theodosius I adalah Kaisar Romawi terakhir yang memerintah Keaisaran
Romawi yang utuh (detail dari Obelisk di Hippodromos
Konstantinopel
Prefek
Kota Konstantinopel pertama yang diketahui adalah Honoratus,
yang menjabat sejak 11 Desember 359 sampai 361. Kaisar Valens
membangun Istana Hebdomon
di tepian Propontis dekat Gapura Kencana, kemungkinan besar untuk digunakan
pada saat pemeriksaan pasukan. Semua kaisar sampai dengan Zeno
dan Basiliscus
dinobatkan dan diumumkan di Hebdomon. Theodosius I membangun Gereja Yohanes
Pembaptis sebagai tempat penyimpanan tengkorak orang
suci itu (sekarang disimpan di Istana Topkapı di Istanbul, Turki), mendirikan
sebuah tugu peringatan atas dirinya di Forum Taurus, dan merombak reruntuhan
kuil Aphrodite untuk dijadikan sebuah gudang kereta Prefek
Pretoria; Arcadius
membangun sebuah Forum baru yang dinamakan menurut namanya sendiri di Mese,
dekat tembok-tembok Konstantinus.
Pengaruh Konstantinopel lambat-laun
meredup. Setelah diguncang oleh Pertempuran
Adrianopel pada 378, di mana Kaisar Valens
beserta pasukan-pasukan Romawi terbaik dihancurkan oleh kaum Visigoth hanya dalam beberapa hari saja,
Konstantinopel mulai memperhatikan pertahanannya, dan Theodosius II membangun Tiga Lapis Tembok Pertahanan setinggi 18 Meter (60 Kaki) pada
413-414, yang tak dapat ditembus sampai munculnya bubuk mesiu. Theodosius juga
membangun sebuah Universitas
dekat Forum Taurus, pada 27 Februari 425.
Sekitar periode ini, Uldin,
seorang pemimpin kaum Hun, muncul di Danube dan bergerak maju ke
Thrace, namun dia dikhianati oleh banyak pengikutnya, yang menyeberang ke pihak
Romawi dan memukul mundur raja mereka kembali ke utara sungai itu. Karena
kejadian ini, tembok-tembok baru didirikan untuk mempertahankan Konstantinopel,
dan armada di Danube ditingkatkan.
Sementara itu, kaum Barbar menguasai Kekaisaran Romawi Barat: Kaisarnya lari ke Ravenna, dan kerajaannya binasa. Setelah
peristiwa ini, Konstantinopel benar-benar menjadi kota terbesar di Kekaisaran
Romawi sekaligus di dunia. Kaisar-kaisar tidak lagi mondar-mandir dari satu ibu
kota dan istana ke ibu kota dan istana lainnya. Mereka berdiam di istananya
dalam kota besar itu, dan mengutus jenderal-jenderal untuk memimpin bala
tentara mereka. Kemakmuran Mediterania Timur dan Asia Barat mengalir masuk ke
Konstantinopel.
Peta Konstantinopel (1422) karya
Kartografer asal Firenze Cristoforo
Buondelmonti[11] adalah peta Konstantinopel tertua yang
masih ada, dan satu-satunya peta yang berasal dari masa sebelum kota itu
ditaklukkan bangsa Turki pada 1453
Kaisar Yustinianus I (527–565) termasyur berkat
kemenangan-kemenangannya dalam peperangan, reformasi-reformasi hukumnya, dan
karya-karya pembangunannya. Dari Konstantinopellah armada ekspedisinya bertolak
untuk merebut kembali bekas Keuskupan Afrika pada atau sekitar 21 Juni 533.
Sebelum bertolak, kapal Komandan Belisarius berlabuh di depan istana kekaisaran,
dan Patriark memimpin doa demi keberhasilan armada. Setelah memenangkan
pertempuran pada 534, harta-benda Bait Allah Yerusalem
yang dijarah pasukan Romawi pada 70 Masehi
dan yang kemudian dibawa ke Kartago oleh kaum Vandal setelah menjarah Roma pada 455, dibawa kembali ke
Konstantinopel dan disimpan di sana selama beberapa waktu, mungkin saja di
dalam Gereja
St. Polyeuctus, sebelum akhirnya dikembalikan kepada Yerusalem di Gereja Kebangkitan
atau Gereja Baru.[12]
Lomba balap kereta sangat digemari
di Roma selama berabad-abad. Di Konstantinopel, hippodromos makin lama makin
meningkat reputasinya sebagai tempat berpolitik. Di sanalah (sebagai bayangan
yang silam dari pemilihan umum di Roma lama) rakyat secara aklamasi menunjukkan
persetujuan mereka atas seorang kaisar baru, dan di sana pula mereka
terang-terangan mengkritik pemerintah, atau menyerukan penggantian
menteri-menteri yang tidak disukai masyarakat. Pada masa pemerintahan
Yustinianus, ketertiban umum di Konstantinopel menjadi isu politik yang
penting.
Selama periode akhir Romawi dan awal
Bizantin, Agama Kristen menuntaskan permasalahan-permasalahan mendasar akan
identitasnya, dan perselisihan antara kubu Ortodoks dan Monofisit menimbulkan kekacauan yang serius.
Kekacauan ini diekspresikan melalui keikutsertaan dalam keanggotaan pendukung
tim biru dan hijau pada balapan kereta. Para pendukung tim biru dan tim hijau
konon[13] memelihara kumis dan janggut, mencukur
rambut di bagian depan dan memanjangkan rambut di bagian belakang kepala,
mengenakan jubah berlengan lebar dan berikat pinggang; dan membentuk
kelompok-kelompok yang meraung-raung dan melakukan kejahatan di jalanan pada
malam hari. Pada akhirnya kekacauan-kekacauan ini memuncak pada sebuah
pemberontakan besar pada 532, yang dikenal sebagai kerusuhan "Nika" (dari pekik-perang
"Kemenangan!" yang diteriakkan para pemberontak).
Kebakaran yang disulut para
pemberontak Nika menghanguskan basilika St. Sophia yang dibangun Konstantinus,
yakni gedung Gereja utama Konstantinopel, yang berdiri di utara Augustaeum.
Yustinianus menugaskan Anthemius
dari Tralles dan Isidorus
dari Miletus untuk menggantikannya dengan gedung Gereja St. Sophia yang baru dan yang tiada duanya.
Gedung ini adalah katedral agung Gereja Ortodoks, yang kubahnya konon bertahan
di ketinggian atas kehendak Tuhan semata, dan yang terhubung langsung dengan
istana sehingga keluarga kerajaan dapat pergi ke Gereja tanpa perlu melalui
jalanan.[14] Peresmiannya digelar pada 26 Desember
537 dan dihadiri kaisar, yang berseru, "Wahai Salomo, aku telah menyaingimu!"[15] Pengurusan St. Sophia ditangani oleh
600 orang termasuk 80 imam, dan menghabiskan biaya pembangunan sebesar 20.000
pon emas.[16]
Yustinianus juga menugaskan
Anthemius dan Isidorus untuk meruntuhkan bangunan asli Gereja Para Rasul Kudus
yang dibangun Konstantinus dan menggantikannya dengan sebuah gedung gereja
baru dengan nama yang sama. Gereja ini dirancang dalam bentuk salib
sama-sisi dengan lima kubah, dan dihiasi mosaik-mosaik indah. Gereja ini terus
menjadi tempat pemakaman para kaisar mulai dari Konstantinus sendiri sampai
abad ke-11. Ketika Konstantinopel jatuh ke tangan Turki pada 1453, Gereja ini
diruntuhkan untuk menyediakan tempat bagi makam Mehmed II Sang Penakluk. Yustinianus juga
memperhatikan aspek-aspek lain dari lingkungan pembangunan kota. Dia menetapkan
larangan mendirikan bangunan di tepi laut, dengan maksud untuk menjaga
keindahan pemandangan.[17]
Selama masa pemerintahan Yustinianus
I, populasi Konstantinopel mencapai 500.000 jiwa.[18] Namun jumlah populasi juga menurun
akibat menyebarnya Wabah Yustinianus
antara 541–542 Masehi. Wabah ini membunuh sekitar 40% warga kota.[19]
Bagian yang telah direstorasi dari
benteng pertahanan yang melindungi Konstantinopel selama Abad Pertengahan
Di awal abad ke-7, Bangsa Avar dan kemudian Bangsa Bulgar menduduki sebagian besar wilayah Balkan sehingga menjadi ancaman dari Barat bagi
Konstantinopel. Di saat yang sama, Kekaisaran Sassaniyah
di Persia menduduki Prefektur Timur, dan menerobos
maju ke Anatolia. Heraclius, putera eksark Afrika, berlayar ke Konstantinopel dan dinobatkan sebagai
kaisar. Karena situasi militer sangat mengkhawatirkan, dia sempat
mempertimbangkan pemindahan ibu kota kekaisaran ke Kartago, namun diurungkannya setelah warga
Konstantinopel memohon-mohon padanya untuk tetap tinggal. Konstantinopel
kehilangan haknya atas gandum gratis pada 618, setelah Heraclius sadar bahwa
kota itu tak lagi dapat memperoleh pasokan dari Mesir akibat peperangan dengan
Persia. Populasi Konstantinopel menurun drastis karenanya, dari 500.000 menjadi
40.000-70.000 jiwa saja.[20]
Smentara kota besar itu dikepung musuh, Heraclius memimpin bala tentaranya memasuki
wilayah Persia dan dalam waktu singkat berhasil memulihkan status quo
pada 628, setelah Persia melepaskan seluruh wilayah taklukan mereka. Meskipun
demikian, kekaisaran terus melemah karena gempuran-gempuran Bangsa Arab
sehingga kehilangan provinsi-provinsinya di Afrika dan Tenggara Mediterania
untuk selamanya. Pengepungan pertama Konstantinopel oleh Kaum
Muslim berlangsung dari tahun 674 sampai 678, dan pengepungan kedua berlangsung dari tahun 717
sampai 718. Sementara Tembok-tembok
Theodosius tak dapat ditembus oleh serangan darat, sebuah penemuan
baru yang dikenal dengan julukan "Api Yunani" memampukan Angkatan
Laut Bizantin menghancurkan armada Arab dan memungkinkan pasokan
makanan tetap mengalir ke dalam kota. Pada pengepungan kedua, pertolongan yang
sangat menentukan diulurkan oleh Bangsa Bulgar.
Kegagalan pengepungan ini sangat merugikan Kekhalifahan Umayyah, serta memulihkan
perimbangan kekuatan antara Bizantin dan Arab
0 komentar:
Posting Komentar